14 Januari 2019

Review Hasil Observasi


petilasan Nyi Mas Endang Geulis di Desa Krandon, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon,
Nyi Mas Endang Geulis tinggal bersama sang suami, Pangeran Walangsungsang alias Pangeran Cakrabuana.
Petilasan Nyi Mas Endang Geulis merupakan salah satu dari tiga petilasan yang ada di Desa Krandon ini. Jarang tersentuh dan keberadaannya sedikit tersembunyi karna memang lokasi pentilasan ini jauh dari kota Cirebon
Akses masuk pun sempit dan hanya cukup memuat satu motor, sementara bagi pengunjung yang membawa mobil maka mobilnya harus parkir di pinggir jalan raya atau masuk dari gang lain yang tembus ke arah petilasan tersebut. Keberadaan gang ini pun tidak banyak diketahui pengunjung.
Juru kunci Petilasan Nyi Mas Endang Geulis, Rambliya, mengungkapkan, petilasan ini ibarat rumah tinggal, sebab di kawasan Talun terdapat beberapa petilasan yang berkaitan satu sama lain.
“Ada Kramat Mbah Kuwu Cirebon yang diibaratkan sebagai kantor, lalu Petilasan Cimandung yang diibaratkan sebagai tempat pusaka, dan Petilasan Nyi Mas Endang Geulis yang yang diibaratkan sebagai rumah. Semuanya satu kesatuan, karena memang jejak kaki yang sama dari Pangeran Cakrabuana,” tuturnya, kemarin.
Petilasan Nyi Mas Endang Geulis memang tidak seramai Petilasan Cimandung. Namun, menurut Rambliya, petilasan ini diibaratkan seorang istri yang ada pada diri Nyi Mas Endang Geulis. Tenang, setia mendampingi, namun keberadaanya dibutuhkan. Nyi Mas Endang Geulis sendiri merupakan putri dari Ki Gedheng Danu Warsih dari Pertapaan Gunung Mara Api dan menikah dengan Pangeran Walangsungsang pada 1442 Masehi.
“Mereka singgah di lokasi di Talun ini setelah menikah, membabat hutan untuk mendirikan kampung. Peninggalannya berupa kolam-kolam dan sumur masih ada hingga sekarang, airnya tidak pernah surut kalau kemarau. Mereka membuat kolam dan sumur saat itu untuk dijadikan tempat abdas (wudhu) bagi para pengikut, saat itu mereka sudah memiliki pengikut karena memang sudah beragama Islam,” tuturnya.
Menurutnya, meski tidak seramai Petilasan Cimandung yang tiap harinya dibanjiri pengunjung, namun tetap saja ada tamu yang datang meski masih di bawah 10 orang tiap harinya.
“Mereka ingin mandi di sini, mengalap berkah. Namun tetap saja hasilnya kita kembalikan kepada Allah Swt,” katanya.
Seperti terlihat oleh KC Online, Jumat siang kemarin, beberapa warga dari Indramayu datang untuk mandi di salah satu kolam dari tiga kolam yang ada di petilasan ini. Mereka nekat mandi di kolam meski hujan besar datang.
“Kolamnya di area terbuka tapi dikelilingi oleh tembok, sehingga kalau hujan ya kehujanan,” kata Rambliya.
Puluhan tahun menjadi juru kunci yang dimulai dari kakek dan ayahnya, menurut Rambliya, pihaknya perlahan mulai bisa mendirikan beberapa bangunan untuk keperluan pengunjung.
“Asli dari mengumpulkan uang dari para donatur, termasuk untuk mendirikan musala, mendirikan bangunan lainnya, semuanya swadaya karena memang petilasan ini belum tersentuh oleh Pemerintah Kabupaten Cirebon meskipun sering disebut sebagai salah satu obyek wisata religi di Kabupaten Cirebon


0 komentar:

Posting Komentar