petilasan Nyi Mas Endang Geulis di Desa Krandon, Kecamatan
Talun, Kabupaten Cirebon,
Nyi Mas Endang Geulis tinggal bersama sang suami, Pangeran
Walangsungsang alias Pangeran Cakrabuana.
Petilasan Nyi Mas Endang Geulis merupakan salah satu dari
tiga petilasan yang ada di Desa Krandon ini. Jarang tersentuh dan keberadaannya
sedikit tersembunyi karna memang lokasi pentilasan ini jauh dari kota Cirebon
Akses masuk pun sempit dan
hanya cukup memuat satu motor, sementara bagi pengunjung yang membawa mobil
maka mobilnya harus parkir di pinggir jalan raya atau masuk dari gang lain yang
tembus ke arah petilasan tersebut. Keberadaan gang ini pun tidak banyak
diketahui pengunjung.
Juru kunci Petilasan Nyi Mas
Endang Geulis, Rambliya, mengungkapkan, petilasan ini ibarat rumah tinggal,
sebab di kawasan Talun terdapat beberapa petilasan yang berkaitan satu sama
lain.
“Ada Kramat Mbah Kuwu Cirebon
yang diibaratkan sebagai kantor, lalu Petilasan Cimandung yang diibaratkan
sebagai tempat pusaka, dan Petilasan Nyi Mas Endang Geulis yang yang
diibaratkan sebagai rumah. Semuanya satu kesatuan, karena memang jejak kaki
yang sama dari Pangeran Cakrabuana,” tuturnya, kemarin.
Petilasan Nyi Mas Endang
Geulis memang tidak seramai Petilasan Cimandung. Namun, menurut Rambliya,
petilasan ini diibaratkan seorang istri yang ada pada diri Nyi Mas Endang
Geulis. Tenang, setia mendampingi, namun keberadaanya dibutuhkan. Nyi Mas
Endang Geulis sendiri merupakan putri dari Ki Gedheng Danu Warsih dari
Pertapaan Gunung Mara Api dan menikah dengan Pangeran Walangsungsang pada 1442
Masehi.
“Mereka singgah di lokasi di Talun ini setelah menikah,
membabat hutan untuk mendirikan kampung. Peninggalannya berupa kolam-kolam dan
sumur masih ada hingga sekarang, airnya tidak pernah surut kalau kemarau.
Mereka membuat kolam dan sumur saat itu untuk dijadikan tempat abdas (wudhu)
bagi para pengikut, saat itu mereka sudah memiliki pengikut karena memang sudah
beragama Islam,” tuturnya.
Menurutnya, meski tidak
seramai Petilasan Cimandung yang tiap harinya dibanjiri pengunjung, namun tetap
saja ada tamu yang datang meski masih di bawah 10 orang tiap harinya.
“Mereka ingin mandi di sini,
mengalap berkah. Namun tetap saja hasilnya kita kembalikan kepada Allah Swt,”
katanya.
Seperti terlihat oleh KC
Online, Jumat siang kemarin, beberapa warga dari Indramayu datang untuk mandi
di salah satu kolam dari tiga kolam yang ada di petilasan ini. Mereka nekat
mandi di kolam meski hujan besar datang.
“Kolamnya di area terbuka tapi
dikelilingi oleh tembok, sehingga kalau hujan ya kehujanan,” kata Rambliya.
Puluhan tahun menjadi juru
kunci yang dimulai dari kakek dan ayahnya, menurut Rambliya, pihaknya perlahan
mulai bisa mendirikan beberapa bangunan untuk keperluan pengunjung.
“Asli dari mengumpulkan uang
dari para donatur, termasuk untuk mendirikan musala, mendirikan bangunan
lainnya, semuanya swadaya karena memang petilasan ini belum tersentuh oleh
Pemerintah Kabupaten Cirebon meskipun sering disebut sebagai salah satu obyek
wisata religi di Kabupaten Cirebon
0 komentar:
Posting Komentar